--
Google

Wednesday, December 30, 2009

5 KALI CUBAAN MENCURI JASAD RASULULLAH GAGAL’

1-
CUBAAN PERTAMA SEMASA PEMERINTAHAN AMRULLAH ALUBAIDI
Penyamar dari Mesir dan telah dibunuh oleh kaum kerabatnya. Allah menghantar taufan dan gempa bumi ke Bandar Madinah
2-
CUBAAN KEDUA SEMASA PEMERINTAHAN AL-UBAIDI
Mereka menghantar orang yang tertentu dan berkerjasama dengan penduduk yang tinggal berhampiran kubur nabi dengan mengorek lubang kearah kubur nabi, dengan izin Allah ada suara memberitahu perbuatan kianat tersebut maka Allah mengancangkan bumi Madinah.
3-
PERANCANGAN RAJA-RAJA NASRANI DENGAN KOMPLOT DARI NASRANI MAGHRIBI.
Pemimpin Islam yang bernama Nuruddin Zanki bermimpi dan mengetahui perancangan tersebut lalu bertindak dan memang terdapat dua orang Maghribi yang berpura-pura beribadat di dalam Masjid Nabawi , Mereka ditangkap. Penguasa Nuruddin telah membina penghadang daripada besi untuk keselamatan jasad Rasulullah.
4-
SEKUMPULAN NASRANI DATANG BERSAMA JEMAAH HAJI DENGAN NIAT MENCURI JASAD RASULULLAH.
mereka tidak berjaya dan telah ditangkap oleh penduduk Islam semasa mereka pulang bersama jemaah haji.
5-
PADA KURUN KE-9 HIJRAH
40 lelaki cuba melarikan jasad Baginda tetapi dapat ditangkap oleh penguasa Islam zaman tersebut.

LIHATLAH KERJA-KERJA NASRANI YANG BEGITU HASAD PADA ISLAM.

Semut Bertasbih Kepada Allah SWT’


Di Langit yang tujuh dan di bumi serta sekalian makhluk yang ada padanya, sentiasa mengucap tasbih bagi Allah dan tiada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memujiNya; akan tetapi kamu tidak faham akan tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyabar, lagi Maha Pengampun.

Dan tidak seekor pun binatang yang melata di bumi dan tidak seekor pun burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan mereka umat-umat seperti kamu. Tiada Kami tinggalkan sesuatu pun di dalam kitab Al-Quran ini; kemudian mereka semuanya akan dihimpunkan kepada Tuhan mereka (untuk dihisab dan menerima balasan).

SUMBER: http://peribadirasulullah.wordpress.com/category/semut-bertasbih-kepada-allah-swt/

@Peristiwa-Peristiwa Penting Pada Bulan Rabiul Akhir

1. Peperangan - ada beberapa peperangan yang dicatat berlaku pada zaman Rasulullah s.a.w yang berlaku di bulan Rabiulakhir diantaranya Peperangan Najran, Pengusiran kaum Yahudi Bani Nadir, Peperangan Al-Ghabah / Zi-Qarad dan Peperangan Al-Ghamar.

2. Pengepungan Damsyik - pada zaman Khalifah Abu Bakar As-Siddiq r.a diketuai oleh Abu 'Ubaidah bin Al Jarrah dan Khalid bin Al Walid r.a tahun 14 Hijrah dan seterusnya membawa kepada pembukaan Damsyik.

3. Khalifah Abu Bakar As-Siddiq r.a meninggal dunia dan Saidina Umar Al-Khattab r.a di bai`ah menjadi Khalifah yang kedua.

4. Peperangan Jamal - tahun fitnah dimana Saidatina Aisyah r.ha terheret dalam kancah peperangan menentang Khalifah Ali r.a.

5. Ramai sahabat-sahabat yang gugur syahid diantaranya Talhah r.a dan Ibnu Zubir r.a.

6. Imam Ghazali r.h meninggal dunia.

7. Ada pendapat yang mengatakan 27 Rabiulakhir adalah tarikh Isra` dan Mi`raj Rasulullah s.a.w (tarikh difardhukan solat). Namun begitu tarikh yang masyhur dan yang diguna pakai di Malaysia ialah 27 Rejab. Sehingga sekarang masih belum ada kajian rasmi individu atau pihak tertentu yang menyemak kembali tarikh sebenar Isra` dan Mi`raj Rasulullah s.a.w.

IMAM GHAZALI BERPESAN

IMAM GHAZALI BERPESAN

Suatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya lalu beliau bertanya:

Imam Ghazali

“Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini ?”

  • Murid 1 menjawab Orang tua
  • Murid 2 menjawab Guru
  • Murid 3 menjawab Teman
  • Murid 4 menjawab Kaum kerabat

Imam Ghazali menjawab

“Semua jawapan itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu janji Allah bahawa setiap yang bernyawa pasti akan mati ( Surah Ali-Imran :185).

Imam Ghazali

“Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini ?”

Murid 1 menjawab Negeri Cina
Murid 2 menjawab Bulan
Murid 3 menjawab Matahari
Murid 4 menjawab Bintang-bintang

Iman Ghazali menjawab

“Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kenderaan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama”.

Iman Ghazali menyoal lagi

“Apa yang paling besar didunia ini ?”

Murid 1 menjawab Gunung
Murid 2 menjawab Matahari
Murid 3 menjawab Bumi

Imam Ghazali menjawab

“Benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A’raf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke neraka.”

‘IMAM GHAZALI terus menyoal lagi,

“Apa yang paling berat didunia?”

Murid 1 menjawab Baja
Murid 2 menjawab Besi
Murid 3 menjawab Gajah

Imam Ghazali menjawab

“Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72 ). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka kerana gagal memegang amanah.”

Imam Ghazali menyoal lagi

“Apa yang paling ringan di dunia ini?”

Murid 1 menjawab Kapas
Murid 2 menjawab Angin
Murid 3 menjawab Debu
‘Murid 4 menjawab Daun-daun

Imam Ghazali

“Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali didunia ini adalah MENINGGALKAN SOLAT. Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan solat”

‘Imam Ghazali menyoal lagi

“Apa yang paling tajam sekali di dunia ini?”

Murid- Murid dengan serentak menjawab

“Pedang”

Imam Ghazali

“Memang benar, tapi yang paling tajam sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Kerana melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri”


Pesan Imam Ghazali :

“Carilah hatimu sewaktu membaca al-Qur’an, jika kau tidak temui, maka carilah hatimu ketika mengerjakan solat…Seandainya tidak temui juga, carilah hatimu ketika duduk tafakur mengingati mati, jika tetap gagal menemuinya…berdoalah kepada Allah, pintalah hati yang baru”

Thursday, December 17, 2009

Bacaan Doa Akhir & Awal Tahun

Bacaan Doa Akhir & Awal Tahun

Wednesday, September 23, 2009

OPICK - tombo ati













Monday, August 10, 2009

DOA MENGHINDARI DARI (WABAK)

DOA MENGHINDARI DARI PENYAKIT
BERJANGKIT (WABAK
)

Ada bagiku lima dengannya aku memadamkan kepanasan penyakit menjangkit, mereka itu ialah Nabi yang terpilih, Ali yang diredhai , Fatimah, kedua anak mereka ( Hassan dan Hussain).

NOTA:
OLEH kerana sekarang musim wabak H1N1 (selsema babi) maka saya selitkan Doa ini,
Doa yang disuruh oleh Embah Agung untuk anak cucu-cicit..


Monday, March 23, 2009

Friday, March 20, 2009

pentomen ..Kehidupan Di Alam Barzak Setelah Meninggal ...


ALAM ROH: Dua Jam Mati hidup kembali (PART 1/8)

SAJAK KEMATIAN

Filem pendek...Sakaratul Maut - Your final reminder!

Sunday, February 22, 2009

Tuesday, February 3, 2009

Islam Dan Mistik Jawa

Islam Dan Mistik Jawa
karya: Ronggowarsito

Alkisah, seorang dewa Hindu, Wisnu didorong oleh keinginannya yang besar untuk mencari titik temu antara ajaran Hindu dan Islam, rela menempuh perjalanan jauh, dengan mengarungi lautan dan daratan, untuk datang ke negeri Rum (Turki), salah satu pusat negeri Islam, yang kala itu dalam penguasaah Daulah Usmaniyah.

Untuk mencapai maksud itu, Wisnu mengubah namanya menjadi Seh Suman. Dia pun menganut dua agama sekaligus, lahir tetap dewa Hindu namun batinnya telah menganut Islam. Dan demikianlah, setelah menempuh perjalanan yang demikian jauh dan melelahkan, sampailah Seh Suman di Negeri Rum. Kebetulan pada masa itu Seh Suman bisa menghadiri musyawarah para wali itu bertujuan untuk mencocokkan wejangan enam mursid (guru sufi): 1) Seh Sumah, 2) She Ngusman Najid, 3) Seh Suman sendiri, 4) Seh Bukti Jalal, 5) Seh Brahmana dan 6) Seh Takru Alam. Demikianlah ikhtisah Suluk Saloka Jiwa karya pujangga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Raden Ngabei Ranggawarsita, sebagaimana dirangkumkan oleh pakar masalah kejawen dari IAIN Sunan Klaijaga Yogyakarta, Dr. Simuh (1991:76). Menurut Simuh, kitab ini nampaknya diilhami oleh tradisi permusyawaratan para wali atau ahli sufi untuk membehas ilmu kasampuranan atau makrifat yang banyak berkembang di dunia tarekat. Dunia Penciptaan Sumber lain menyebut kitab ini sebagai Suluk Jiwa begita saja. Misalnya, dalam disertai Dr. Alwi Shihab di Universitas ‘Ain Syams, Mesir, Al Tashawwuf Al-Indunisi Al-Ma’asir yang kemudian diindonesiakan oleh Dr. Muhammad Nursamad menjadi Islam Sufistik : "Islam Pertama" dan pengaruhnya hingga kini di Indonesia (Mizan, 2001). Bahkan bukan saja penyebutan judulnya yang berbeda, namun nama tokoh-tokohnya ditulis menurut ejaan Arab. Sehingga, Seh Suman oleh Alwi Shihab ditulisnya sebagai Sulaiman. Seh Ngusman Najib ditulis Syaikh Ustman Al-Naji. Meskipun begitu alur cerita yang digambarkan oleh Alwi Shihab tidak berbeda dengan yang dipaparkan oleh Dr. Simuh. Dari perbedaan penyebutan itu timbul beberapa spekulasi. Spekulasi pertama barangkali memang penyebutan Alwi Shihab kurang lengkap mengingat Alwi tampaknya tidak mengambil dari sumber langsung atau mungkin kekeliruan dalam penerjemahan. Namun, spekulasi yang lain bisa saja antara Seluk Saloka Jiwa dan Suluk Jiwa memang kitab yang berbeda atau turunan yang lain. Hal ini bisa saja terjadi karena kitab Jawa, yang penurunannya belum memakai metode cetak tapi tulisan tangan, suatu kitab sejenis antara turunan yang satu dengan turunan yang lainnya bisa mengalami perubahan karena ditulis dalam waktu dan kesempatan yang berbeda, bahkan bisa oleh penulis yang berbeda pula. Namun, yang pokok, antara apa yang diungkapan oleh Dr. Simuh dengan Dr. Alwi Shihab tidak ada perbedaan yang berarti. Keduanya menyebut bahwa karya Ranggawarsita yang satu ini memiliki pertalian yang erat dengan upaya mensinkronkan ajaran Islam dan Jawa (Hinduisme). Bahkan, Dr. Alwi Shihab menyebut sosok Ranggawarsita sebagai Bapak Kebatinan Jawa atau Kejawen. Menurut Menteri Luar Negeri RI pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, penjulukannya ini didasarkan pada kenyataan bahwa karya-karya Ranggawarsita menjadi rujukan utama untuk kebatinan Jawa. Serat Soluk Saloka Jiwa ini berbicara soal dunia penciptaan, yaitu dari masa manusia berasal dan ke mana bakal kembali (sanggkan paraning dumadi). Ini terlihat dari hasil perbincangan enam sufi di Negeri Rum yang juga dihadiri oleh Seh Suman alias Dewa Wisnu tersebut. Dari sinilah, Seh Suman berkesimpulan bahwa sesungguhnya antara ajaran Islam dan Jawa memiliki paralelisme. Menurut Ranggawarsita, sebagaimana digambarkan dari hasil percakapan enam sufi, Allah SWT itu ada sebelum segala sesuatu ada.
Yang mula-mula diciptakan oleh Allah adalah
* al-nur yang kemudian terpancar darinya 4 unsur : tanah, api, udara, dan air.
* Kemudian diciptakanlah jasad yang terdiri dari 4 unsur: darah, daging, tulang dan tulang rusuk. Api melahirkan 4 jenis jiwa/nafsu : aluamah (dlm ejaan Arab lawwmah) yang memancarkan
1) warna hitam;
2) amarah (ammarah) memancarkan warna merah;
3) supiah (shufiyyah) berwarna kuning dan
4) mutmainah (muthma’inah) berwarna putih. Dari udara lahir nafas, tanaffus, anfas dan nufus. Paham penciptaan ini jelas kemudian sangat berpengaruh terhadap tradisi kejawen yang memang mengambil dari ajaran Islam yang berpadu dengan kebudayaan lokal.

Memang konsep-konsep tentang jiwa (nafs) juga diruntut dalam tradisi Islam sufistik, seperti yang dikembangkan Al-Ghazali. Namun demikian, konsep tentang nafsu-nafsu itu kemudian berkembang dikalangan kebatinan Jawa secara luas, bahkan juga berpengaruh bagi kalangan penganut kebatinan Jawa nonmuslim. Demikianlah ikhtisar Suluk Saloka Jiwa sebagaimana dirangkumkan oleh Simuh (1991: 76).

Menurut Simuh, kitab ini tampaknya "di-ilhami" oleh tradisi permusyawaratan para wali atau ahli sufi untuk membahas ilmu kasampurnan atau makrifat yang banyak berkembang di dunia tarekat. Pendapat senada terdapat dalam disertasi Dr Alwi Shihab di Universitas 'Ain Syams, Mesir, Al Tashawwuf Al-Islami wa Atsaruhu fi Al-Tashawwuf Al-Indunisi Al-Ma'asir. Hanya saja, dalam disertasi Shihab, nama tokoh-tokohnya ditulis menurut ejaan Arab. Seh Suman ditulisnya sebagai Sulaiman, Seh Ngusman Najid ditulis Syaikh Ustman Al-Naji.

Meskipun begitu, alur cerita yang digambarkan tidak berbeda. Keduanya juga menyebut bahwa karya Ranggawarsita yang satu ini memiliki pertalian yang erat dengan upaya menyinkronkan ajaran Islam dan Jawa (Hinduisme), inti pokok ajaran kebatinan Jawa. Serat Suluk Saloka Jiwa ini berbicara soal dunia penciptaan, yaitu dari mana manusia berasal dan ke mana bakal kembali (sangkan paraning dumadi). Ini terlihat dari hasil perbincangan enam sufi di Negeri Rum yang juga dihadiri oleh Seh Suman alias Dewa Wisnu tersebut. Dari sinilah, Seh Suman berkesimpulan bahwa sesungguhnya antara ajaran Islam dan Jawa memiliki paralelisme.

Menurut Ranggawarsita, sebagaimana digambarkan dari hasil percakapan enam sufi, Allah itu ada sebelum segala sesuatu ada. Yang mula-mula diciptakan oleh Allah adalah al-nur yang kemudian terpancar darinya tanah, api, udara, dan air. Kemudian diciptakanlah jasad yang terdiri dari empat unsur: darah, daging, tulang-tulang, dan tulang rusuk. Api melahirkan empat jenis jiwa/nafsu: aluamah (dalam ejaan Arab lawwamah) yang memancarkan warna hitam; amarah (ammarah) memancarkan warna merah; supiah (shufiyyah) berwarna kuning dan mutmainah (muthma'inah) yang berwarna putih.

Dari udara lahir nafas, tanaffus, anfas dan nufus. Paham penciptaan ini jelas kemudian sangat berpengaruh terhadap tradisi kebatinan Jawa yang memang mengambil dari ajaran Islam yang berpadu dengan kebudayaan lokal. Memang konsep-konsep tentang jiwa (nafs) juga diruntut dalam tradisi Islam sufistik, seperti yang dikembangkan Al-Ghazali.

Dalam kaitan pemilahan an-nafs (nafsu) ini, Al-Ghazali membagi tujuh macam nafsu, yaitu mardhiyah, radhiyah, muthmainah, kamilah, mulhammah, lawwamah, dan ammarah (Rahardjo; 1991: 56). Namun, yang berkembang dalam kebatinan Jawa bukan tujuh macam nafsu, namun tetap empat nafsu di atas. Seorang dokter-cendekiawan Jawa dari Semarang, dr Paryana Suryadibrata, pada tahun 1955, pernah menulis karangan "Kesehatan Lahir dan Batin" bersambung lima nomor di Majalah Media Yogyakarta. Ia, misalnya, menyebut 4 (empat) macam tingkatan nafsu manusia:
1. ammarah (egosentros),
2. supiyah (eros),
3. lawwamah (polemos), dan
4. muthmainah (religios).

Konsep tentang empat nafsu itu kemudian berkembang luas di kalangan kebatinan Jawa secara luas, bahkan juga berpengaruh bagi kalangan kebatinan Jawa yang non-muslim. Karena itu, tidak salah jika Alwi Shihab menyebut sosok Ranggawarsita sebagai Bapak Kebatinan Jawa atau Kejawen. Sinkretisme atau Varian Islam?
* Lantas, apa yang bisa diambil bagi generasi masa kini atas keberadaan Suluk Saloka Jiwa?
* Benarkah Ranggawarsita, dengan karya suluknya ini, telah membawa bentuk sinkretisme Islam-Jawa?
* Lantas, mungkinkah semangat pencarian titik temu antar-nilai suatu agama ini bisa dijadikan desain strategi budaya untuk membangun pola relasi antar-umat beragama di Indonesia dewasa ini? Pertanyaan-pertanyaan ini agaknya tidak bisa dipandang enteng, mengingat kompleksnya permasalahan.

Yang jelas, masing-masing pertanyaan di atas memiliki korelasi dengan konteksnya masing-masing, tinggal bagaimana seorang penafsir mengambil sudut pandang. Anggapan bahwa ajaran mistik Jawa sebagaimana tercermin dalam Suluk Saloka Jiwa merupakan bentuk sinkretisme antara Islam dan Jawa (Hinduisme) boleh dikata merupakan pendapat yang umum dan dominan. Apalagi, sejak semula Ranggawarsita sendiri-lewat karyanya itu-seakan telah memberi legitimasi bahwa memang terdapat paralelisme antara Islam dan Hinduisme.

Hal ini seperti tercermin dalam kutipan pupuh berikut ini: Yata wahu/ Seh Suman sareng angrungu/ pandikanira/ sang panditha Ngusman Najid/ langkung suka ngandika jroning wardoyo//Sang Awiku/ nyata pandhita linuhung/ wulange tan siwah/ lan kawruhing jawata di/ pang-gelare pangukute tan pra beda// Artinya: Ketika Seh Suman (Wisnu) mendengar ajaran Ngusman Najid, sangat sukacita dalam hatinya.

Sang ulama benar-benar tinggi ilmunya, ajarannya ternyata tidak berbeda dengan ajaran para dewa (Hinduisme). Pembeberan dan keringkasannya tidak berbeda dengan ilmu kehinduan. Atas pernyataan ini, kalangan pakar banyak yang berpendapat bahwa Ranggawarsita seperti telah menawarkan pemikiran "agama ganda" bagi orang Jawa, yaitu lahir tetap Hindu namun batin menganut Islam, karena antara Hindu dan Islam menurutnya memang terdapat keselarasan teologi. Simuh, misalnya, menyatakan, "Maka, menurut Ranggawarsita, tidak halangan bagi priayi Jawa menganut agama rangkap seperti Dewa Wisnu: Lahir tetap hindu sedangkan batin mengikuti tuntunan Islam" (Simuh; 1991: 77). Tafsiran demikian ini tidak dilepaskan dari konteks sosio-kultural pada saat itu.

Hal tersebut tidak terlepas dari strategi budaya yang diterapkan keraton-keraton Islam di Jawa pasca-Demak, yang mencari keselarasan antara masyarakat pesisiran yang kental dengan ajaran Islam dan masyarakat pedalaman yang masih ketat memegang keyakinan-keyakinan yang bersumber dari Hindu, Buddha, dan kepercayaan-kepercayaan asli,agar tidak ada perpecahan ke agamaan. Upaya-upaya ini telah dilakukan secara sistematis, utamanya sejak dan oleh Sultan Agung, raja ketiga Mataram Islam.

Di antaranya, Sultan Agung mengubah kalender Saka (Hindu) menjadi kalender Jawa, yang merupakan perpaduan antara sistem penanggalan Saka dan sistem penanggalan Islam (Hijriah). Namun, benarkah bahwa Islam Jawa merupakan bentuk sinkretisme Islam dengan ajaran Hindu, Buddha dan kepercayaan Jawa? Pendapat yang dominan memang demikian, khususnya bagi yang mengikuti teori trikotomi-santri-priayi-abangan-Clifford Geertz sebagaimana tercermin dalam The Religion of Java yang monumental itu.

Namun, seorang pakar studi Islam lainnya, Mark R Woodward, yang melakukan penelitian lebih baru dibanding Geertz, yaitu pada tahun 1980-an, berkesimpulan lain. Woodward, yang sebelumnya telah melakukan studi tentang Hindu dan Buddha, ternyata tidak menemukan elemen-elemen Hindu dan Buddha dalam sistem ajaran Islam Jawa. "Tidak ada sistem Taravada, Mahayana, Siva, atau Vaisnava yang saya pelajari yang tampak dikandungnya (Islam Jawa) kecuali sekadar persamaan... sangat sepele," demikian tulis Woodward (1999: 3).

Bagi Wordward, Islam Jawa-yang kemudian disimplikasikan sebagai kejawen-sejatinya bukan sinkretisme antara Islam dan Jawa (Hindu dan Buddha), tetapi tidak lain hanyalah varian Islam, seperti halnya berkembang Islam Arab, Islam India, Islam Syiria, Islam Maroko, dan lain-lainnya. Yang paling mencolok dari Islam Jawa, menurutnya, kecepatan dan kedalamannya mempenetrasi masyarakat Hindu-Buddha yang paling maju atau sophisticated (ibid: 353). Perubahan itu terjadi dengan begitu cepatnya, sehingga masyarakat Jawa seakan tidak sadar kalau sudah terjadi transformasi sistem teologi.

Dengan demikian, konflik yang muncul dengan adanya Islam Jawa sebenarnya bukanlah konflik antar-agama (Islam versus Hindu dan Buddha), melainkan konflik internal Islam, yakni antara Islam normatif dan Islam kultural, antara syariah dan sufisme.

Dalam kaitan ini, Woodward menulis: "Perselisihan keagamaan (Islam di Jawa) tidak didasarkan pada penerimaan yang berbeda terhadap Islam oleh orang-orang Jawa dari berbagai posisi sosial, tetapi pada persoalan lama Islam mengenai bagaimana menyeimbangkan dimensi hukum dan dimensi mistik." (ibid: 4-5). Namun, harus diakui, menyimpulkan apakah Suluk Saloka Jiwa mengajarkan sinkretisme Islam dan Hindu-Buddha atau tidak memang tidak gampang. Ini membutuhkan penelitian lebih lanjut dan mendalam.

Namun, pendapat Woodward bahwa problem keagamaan di Jawa lebih karena faktor konflik Islam normatif dan Islam kultural tersebut juga bukan tanpa alasan, setidak-tidaknya memang konsep nafs (nafsu) seperti yang ditulis Ranggawarsita itu memang sulit dicarikan rujukannya dari sumber-sumber literatur Hindu, Buddha ataupun kepercayaan asli Jawa, namun akan lebih mudah ditelusur dengan mencari rujukan pada literatur-literatur tasawuf (sufisme) Islam, seperti yang dikembangkan oleh Al-Ghazali, As-Suhrawardi, Hujwiri, Qusyayri, Al-Hallaj dan tokoh-tokoh sufi Islam lainnya. Kekhawatiran bahwa Islam Jawa kemungkinan akan "menyeleweng" dari Islam standar tidaklah hanya dikhawatirkan oleh kalangan Islam modernis saja, melainkan kelompok-kelompok lain yang mencoba menggali Islam Jawa dan mencoba mencocokkannya dengan sumber-sumber Islam standar.

Seorang intelektual NU, Ulil Abshar-Abdalla, ketika mengomentari Serat Centhini (Bentara, Kompas, edisi 4 Agustus 2000), menulis sebagai berikut: Yang ingin saya tunjukkan dalam tulisan ini adalah bagaimana Islam menjadi elemen pokok yang mendasari seluruh kisah dalam buku ini [Serat Centhini], tetapi telah mengalami "pembacaan" ulang melalui optik pribumi yang sudah tentu berlainan dengan Islam standar. Islam tidak lagi tampil sebagai "teks besar" yang "membentuk" kembali kebudayaan setempat sesuai dengan kanon ortodoksi yang standar.

Sebaliknya, dalam Serat Centhini, kita melihat justru kejawaan bertindak secara leluasa untuk "membaca kembali" Islam dalam konteks setempat, tanpa ada ancaman kekikukan dan kecemasan karena "menyeleweng" dari kanon resmi. Nada yang begitu menonjol di sana adalah sikap yang wajar dalam melihat hubungan antara Islam dan kejawaan, meskipun yang terakhir ini sedang melakukan suatu tindakan "resistensi".

Penolakan tampil dalam nada yang "subtil", dan sama sekali tidak mengesankan adanya "heroisme".... Ulil-Abshar barangkali ingin mengatakan inilah cara orang Jawa melakukan perlawanan: Menang tanpa ngasorake... Islam tampaknya telah mengalami kemenangan di Jawa, namun sesungguhnya Islam telah "disubversi" sedemikian rupa, dengan menggunakan tangan Islam sendiri, sehingga sesungguhnya yang tetap tampil sebagai pemenang adalah Jawa.

Dari Mitis ke Epistemologis Pada akhirnya, dalam kaitannya relasi Islam-Jawa, bila yang digunakan pendekatan adalah pandangan "kita" versus "mereka", dan karena itu "Jawa" dan "Islam" berada dalam posisi oposisional dan tanpa bisa didialogkan, serta mendudukannya secara vis-a-vis, maka sebenarnya tanpa sadar kita pun telah ikut melegitimasi konflik. Kalau itu yang terjadi, dalam konteks pembangunan toleransi antarpihak, kita sebenarnya tidak memberikan resolusi, namun justru antisolusi. Karena itu, dalam konteks ini, resolusi harus dicarikan pendekatan lain. Dan pendekatan yang layak ditawarkan adalah pendekatan transformatif, yaitu tranformatif dari cara berpikir "mitis" ke pola berpikir "epistemologis. Transformasi berpikir "mitis" ke "epistemologis" adalah membawa alam pikiran masyarakat dari semula yang "tidak berjarak" dengan alam menuju cara berpikir yang "mengambil jarak" dengan alam.

Dengan adanya keberjarakan dengan alam, manusia bisa memberi penilaian yang obyektif terhadap alam semesta. Ini tentu saja berbeda dengan cara berpikir "mitis", manusia berada "dalam penguasaan" alam. Karena itu, ketika mereka gagal memberi rasionalitas terhadap gejala-gejala alam, seperti gunung meletus, angin topan, banjir bandang, maka yang dianggap terjadi adalah alam sedang murka. Berpikir mitos pada akhirnya yang terjadi.

Dengan berpikir epistemologis, mengambil jarak dengan alam, maka manusia bisa memberi gambaran yang rasional tentang alam, dan kemudian mengolahnya, demi kesejahteraan umat manusia. Alam pun berubah menjadi sesuatu yang fungsional, bermanfaat. MH ZAELANI TAMMAKA Peminat studi sosial dan kebudayaan, salah satu penggiat Ndalem Padmosusastro Surakarta @biz

Sunmber:
http://www.nabble.com/Suluk-Saloka-Jiwa-----thanks--Wak-Haji.-td18645050.html
Related Posts with Thumbnails
--------------- Related Posts with Thumbnails

Blog Archive

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Popular Posts

Labels

"Al-Mahdi" (1) ( Raden Said) (1) (Rahasia Keramat Wali) (1) 38 Hikmah Sufi Sayyid Ali Shah (1) Abad (1) af'al asma' (1) Akhir Tahun (1) akhir waktu Asar (1) Aku adalah harta yang tersembunyi (1) Al Habib Saiykhon Bin Musthofa Albahr (1) Al-Ghazali Menuju Tasawuf (1) Al-hallaj (1) Allah dapat dikenal (1) Almarhum Ustaz Taha Suhaimi (1) Asy-Syeikh (1) Aurad Muhammadiah. (1) Awal Mula umat Bani Israil Meduakan Allah (1) Awan Misterius Muncul Di Langit Israel (1) AZAZIL Menjadi Iblis (1) Bab Sembahyang (1) Baitul Makmur (1) Bani Tamin (1) Bertasauf Mengikuti Sunnah (1) Bertemu Allah (1) Bhah Agong (1) Bumi Datar (1) bumi-para-wali-allah. (1) Buya Syakur Yasin MA Pon Pes Cadangpinggan (1) Cincin Nabi Sulaiman (1) Cinta Rasul (1) Ciung Wanara (1) CUBAAN MENCURI JASAD RASULULLAH (1) Dabatul Ard (1) Dabatul Ard Makhluk Raksasa (1) Dakwah Dalam Kubur(GUSNUR)Malang (1) DAN MAKJUJ (1) dan suluhlah kedalam diri sendiri (1) Dari mana kita datang (1) diba'i (1) dibaca 3 kali (1) didunia fana (1) Ditemukan Manusia (1) Doa (1) DOA MENGHINDARI DARI (WABAK) (1) dunia kelab dan semantara (1) dunia kosong (1) dunia palsu (1) ghaib (1) ghaib sahaja (1) Gunung Tidar (1) GURU MURSYID (1) HABIB LUTFI (1) HABIB LUTHFI (1) Habib Rizieq (1) hayatilah (1) hisham (1) Hj shaari penulis kitab Makrifah Tok Kenali (1) IBLIS DAN MANUSIA (1) IMAM GHAZALI BERPESAN (1) IMAM MAHDI (1) ISKANDAR ZULKARNAIN (1) islam sufism shahadah shahada (1) Istana DAJJAL (1) Jerry D.Gray (1) JIN (1) JIN BAWA GARAM .manusia membuat masiat (1) jin dari AZRAQ (1) Jiwa yang Merdeka (1) Junaid Al-Baghdadi (1) kampong kosong (1) KELAHIRAN YAKJUJ (1) Kematian Abu Lahab (1) Kembara ke Sidratul Muntaha (1) Kerajaan Jin Terbesar di Dunia (1) KETURUNAN FATIMAH (1) KH RHOMA IRAMA. (1) Kiblat Malaikat (1) Kisah Legenda (1) KIsah Nabi Muhammad (1) KISAH NABI MUSA (1) KISAH NABI NUH AS (1) KISAH PARA NABI (untuk iktibar) (1) Kitab Iblis (1) lepat (1) Makam (1) Makrifatullah (1) Masjid Besar Bandar Kelang (1) Masjid dome of rock (1) Maulana Malik Ibrahim ( SUNAN GRESIK ) (1) Maulidin Nabi Bida'ah (1) mengenal (1) Mengenal diri (2) Mengenal Diri Melalui Tidur (1) Misteri Bulan Mengambang (kuliah) (1) Mistik Kota Ngawi (1) MUFTI SYED ISA SEMAIT (1) Muhammad bin Abdullah As-Suhaimi (1) muslims (1) NABI AYUB (1) NABI MUSA LARI DARI MESIR (1) Nabi Tertidur 1 (1) Nabi Uzair. (1) naqshbandi dhikr (1) nazam (1) NEGARA-NEGARA TIMUR TENGAH (1) OPICK - tombo ati (1) pada wajah diri kita dan pada wajah alam (1) Pak Su Mid (1) paku pulau jawa (1) Pandanglah sifat Allah (1) Pengajian Akbar Bersama Gus Nuril (1) Pengalaman (1) penglihatan makrifat (1) Peristiwa Penting Bulan Rabiul Akhir (1) Petruk Bagong (1) Pohon Ghorqod (1) Prabu Jayabaya (Kitab Musarar) (1) RAWA PENING (1) Rindu Allah Mahabbatillah by Gus iMM (1) Saidina Umar ibni al-Khattab (1) Sebelum Zaman Wali (2) Sejarah Bangsa Jin dan Iblis (1) selidiklah (1) Semar Gareng (1) Semut Bertasbih Kepada Allah SWT’ (1) Setan Kober (1) shaykh (1) Shaykh Hisham Kabbani (1) SIAPAKAH ANAK-CUCU MANUSIA YANG TERSELAMAT DI DALAM BAHTERA NABI NUH ALAIHISSALAM ? (1) sifat (1) SUDAH MUNCUL - PENJELASAN ULAMA (1) sufi (1) SUNAN AMPEL (1) Sunan Gunung Jati (1) SUNAN KALIJAGA (1) Syahidnya Imam Hussein (1) Syekh Siti Jenar Di Hukum Mati (1) Tahlil (1) Tentang Iskandar Zulkarnain (1) Terjemahan.. Surah Al Kahfi (1) Ternyata Ciptaan Sunan (1) tiliklah (1) Tongkat Nabi Musa (1) TUAN GURU HAJI SHAARI (1) Ustaz Don (1) Ustaz Haji Shaari Mohd Yusu (1) Ustaz TM Fouzy (1) Wan Sehan (1) Yakjud dan Makjud.. (1) Yurusalam (1) Zahirnya wajah Allah dipersada alam (1)

DUA DUNIA